Iklan

Sabtu, 16 Juni 2012

Kegiatan tahunan Kab. Sinjai


MARIMMPA SALO' TRADISI SARAT MAKNA
  Kelima  pria ini tidak lagi mudah. Kerut-kerut di wajahnya menyiratkan usianya yang   sudah tua. Mereka duduk berhadap-hadapan sambil memengan alat musik. Tiga orang memakai seragam kuning, masing-masing memengan gendrang. Dua lainnya memakai seragam merah, memegang kecapi dan gambus.
  Sejurus kemudian, pukulan gengdrang sanro membahana di muara sungai takkalala, desa sinjai, kecamatan sinjai timur. Petikan kecapi dan gambus, juga mulai tampil menghibur. Usia boleh tua, namun kelima tetua ini memainkan musik layaknya anak muda belasan tahun. Musiknya terus memainkan irama yang mengundang para tamu, untuk memasuki lokasi pelaksanaan acara pesta adat marimmpa salo atau menghalau ikan di sungai.
  Lapat-lapat, musik berhenti. Seorang Bissu bernama lelis kemudian masuk di tengah arena di iringi dayang-dayang. Lelis lalu membunkuk dan meminta izin kepada Bupati Sinjai, Andi Rudiyanto Asapa dan tamu lainya untuk memulai acara marimmpa salo. Acara di awali dengan atraksi maggiri' yang di lakukan lelis. Manggiri adalah atraksi menusuk-nusuk anggota tubuh dengan badik atau keris. Atraksi berbahaya ini mengundang decak kagum para pengunjung.
  Usai maggiri' atraksi lain juga ikut di tampilkan diantaranya, pencak silat kembang,adu pancco serta mallanca. Setelah sejumlah atraksi di tampilkan, acara puncak marrimpa salo di mulai. Puluhan perahu yang sedari pagi di siapkan warga di muara sungai, satu persatu diisi warga dan pengunjung yang ingin melihat prosesi menghalau ikan.
  Marimppa salo atau menghalau ikan di sungai dimulai dari hulu. Jaraknya sekitar dua kilometer dari muara. Dua perahu yang berbeda paling di depan mulai menebar jaring. Sementara sebuah perahu dibelakanya  yang di tumpangi penhulu acara, tampil memandu puluhan perahu lainnya. Seorang tetua yang juga penhulu acara mengacunkan tongkat sebagai tanda perahu harus bergerak menhalau ikan.
  Suara kenalpot perahu pun meraung-raung, bercampur menjadi satu denga bunyi gendrang yang di tabu dari perahu penhulu acara. Panas terik tidak soal. Wargatetap semangat sambil sesekali berteriak Heaaaaaa......,, dengan harapan ikan muncul dan tersangkut di jaring yang di tarik dua perahu yang palin di depan
  Bupati sinjai, Andi Rudiyanto Asapa, ketua DPRD,Sultani, wakil Bupati serta seluruh muspida kabupaten sinjai yang turut serta menghalau ikan, tampak menikmati suasana. Mereka bahkan berbaur dengan warga lainnya dalam satu perahu.
  Di butuhkan waktu sejam lebih menghalau ikan dari hulu. Saat puluhan perahu dari hulu tiba di muara, beberapa perahu warga lainnya sudah siap dengan jaring penangkap ikan di muara sungai. Di sini, kerjasama warga dilihat. Perahu dari hulu yang sudah menunaikan tugasnya menhalau ikan ke muara, menyerahkan tugas selanjutnya kepada perahu lainya di muara.
  Perahu di muara inilah yang kemudian mengangkat jaring dan mengumpulkan ikan yang tersangkut di jaring berukuran raksasa. Hasil tankapan inipun kemudian di naikkan kedarat untuk kemudian di masak dan di makan bersama oleh seluruh warga.
  Tradisi Marimmpa' Salo di muara sungai takkalala, merupakan tradisi warisan leluhur masyarakat di dua desa yang hanya di pisahkan oleh sungai. Setiap musim panen tiba, warga di dua desa ini, masing-masing di desa sanjai kecamatan sinjai timur serta desa Bua kecamatan  tellulimpoe, selalu mengelar marrimpa salo' sebagai ungkapan  rasa syukur atas  tas panen yang melimpah. Kendati berbeda wilayah kecamatan, namu warga dua desayang sebagian besar warganya berprofesi nelayan  dan petani ini selalu rukun  dan mengedepankan kerja sama setiap melaksanakan pesta adat.
  Bahkan kesepakatan masa lalu terkait kesepakatan marimmpa salo, masih terjaga hingga sekarang. Kesepakatan itu adalah, warga di dua desa ini menaggun biaya pelaksanaan pesta adat secara bergiliran. Tahun ini, desa sanjai yang punya tabggungan, tahun berikut adalah desa bua. Begitu seterusnya.
  Ketika nilai-nilai persatuan, kebersamaan dan rasa salin memiliki mulai menepis di negeri ini, warga desa sanjai dan desa bua bisa menjadi contoh masih kentalnya rasa persatuan dan kebersamaan itu.  
Bupati Sinjai Resmikan Jembatan Sellue Ribole
Bupati Sinjai A.Rudiyanto Asapa meresmikan pengunaan danpemanfaatan jembatan Sellue Ribole yang merupakan swadaya masyarakat Dusun Bole Desa  Saohiring dan Dusun Alekanrung Desa Kanrung Kecamatan Sinjai Tengah pada hari kamis (10/11/2011).
Jembatan ini di bangun berdasarkan kesepakatan bersama untuk memperlancar kegiatan perekonomian antara kedua desa tersebut. Penanggung jawab sekaligus pemprakarsa pembangunan jembatan Drs.H.Aminduddin dalam laporannya mengatakan bahwa meskipun telah merantau 30 tahun lebih di Kabupaten Tator namu ia tetap pemperhatikan pembanguna di kampung halamanya, untuk itu atas inisiatifnya bersama warga setempat membangun jembatan penghubung antara dusun Bole dengan Dusun Alekangrung.
Dimana dana awal dibutuhkan sebanyak 39 juta rupiah lebih. Selain itu pihaknya juga memperoleh beberapa sumbangan baik itu berupa material pembanguna maupun dalam bentuk uang tunai. Meskipun saat ini  jembatan yang mampu dilalui kendaraan roda dua, dia berharap kepada pemerintah untuk memberikan bantuan sehingga jembatan ini dapat difungsikan lebih baik lagi.
Bupati Sinjai A,Rudiyanto Asapa memberikan apresiasi yang tinggi adanya warga yang hidup diperantauan masih peduli dengan pembangunan yang ada dikampungnya sendiri, olehnya itu ia menyambut baik pembangunan jembatan yang merupakan swadaya murni masyrakat.
Olehnya itu apa yang menjadi harapan pemerinta desa dan warga sekitar terkait penyempurnaan jembatan tersebut, Pemerinta Kabupaten Sinjai akan merespon baik keinginan tersebut. Selain itu pada tahun 2012, ia menjanjikan jalanan yang ada di dusun bole ini seluruhnya akan dibeton.
Namun menurutnya, yang paling penting dalam pembangunan yang akan dilakukan maupun yang telah dilakukan pemerintah kebupaten sinjai adalah memeliharaterhadap instruktur yang telah di bangun. Olehnya itu ia menharapkan kepada warga maupunpemerintah desa untuk selalu menjaga dan merawat sarana instruktur yang di bangun sehingga pemakaiannya dapat dimanfaatkan semaksimal mungkin dan dalam jangka panjang.
MAPPUGAU HANUA ,PESTA PENEN DI KARAMPUANG

Pengunjung dari berbagai daerah  tumpah ruah di kawasan  adat Karampuang,desa  Tompobulu  kecamatan Bulupoddo,kabupaten Sinjai,Kamis(27/10/2011).Jumblah  penggunjungyang datang di perkiarakan mencapai ribuan  orang. Selain warga di sekitar kawasan adat,adapula warga dari luar sinjai. Meraka datang untuk  melihat  prosesi  acara adat  Mappugau  Hanua atau pesta atau pesta Kampung.
Mappugau Hanua adalah pesta adat yang digelar sebagai ungkapan rasa syukur,atas hasil panen warga yang melimpah.  
Laporan :Zainal Abidin Ridwan
   Puncak acara MAPPUGAU HANUA adalah MENRE'RI BULU. Inilah punjak acara yang paling banyak menarik nikmat warga menhadiri MAPPUGAU HANUA. Acara MENRE'RI BULU(Naik Gunung) diawali dengan prosesi yang rumit. Malam hari menjelang pelaksanaanya  seluruh bahan dan alat serta perangkat dan pelaksana sudah di nyatakan siap  termasuk makanan yang di santap oleh para tamu yang datang.
   Menjelang pagi,seluruh ayam yang merupakan sumbangan warga di  potong,dibersihkan dan di bakar (Untuk membersihkan bulu halus) yang semuanya dilaksanaka oleh kaum pria. Setalah bersih,di serahkan pada kaum ibu untuk diolah menjadi menjadi bahan makanan. Setelah siap  saji,sebagian makanan di gunakan sebagai bahan Ritual (Sesajian) dan sebahagian lagi disajikan lagi sebagai bahan konsumsi peserta upacara. Sejumlah pejabat seperti Bupati Sinjai,Andi Rudiyanto Asapa,Ketua DPRD,Sultani,bersama anggota DPRD dan kepala SKPD lingkup pemkap Sinjai,turut diundang ke rumah adat guna menikmati hidangan yang di sajikan masyarakat Karampuang.
   Sambil menyiapkan makanan dan melayani para tamu yang datang,SANRO (Dukun) beserta pembantu-pembantunya melaksanakan ritual MATTULI ,yakni pemberian berkah dan memyambut kehadiran sang padi yang telah di panen oleh kaum petani. Tiga BESSE(Ikat) padi yang -mewakili jenis padi yang di tanam seperti padi berwarna putih,merah,dan hitam  dilettakkan di atas KAPPARA MAKKIAJE dihadapan SANRO dilenglapi dengan  OTA  yang nantinya akan dipersaksikan  kepada leluhurnya bahwa panen cucu-cucunya kembali berhasi. Upacara MATTULI ini di iringin dengan GENDANG SANRO,GAMARU,JONG-JONG,dan bunyi-bunyian lain.
   Dibagian lain ,acara MAPPADUKE  atau menumbuk lesung turut memeriahkan acara. Acara MAPPADUKE ini juga adalah isyarat bahwa tidak lama lagi ritual di punjak gunung segera di laksanakan. Setelah acara ritual MATTULI ini selesai,maka SANRO dengan gadis-gadis pengiringnya beserta perangkat-perangkat adat,meninggalkan rumah adat menuju lokasi upacara adat lain yakni di puncak gunung. Suasana inilah yang ditunggu-tunggu oleh seluruh pengunjung. Di kaki bukit,TOMATOA memukul GONG atau DOLMEN Dsebanyak tujuh kali. Saat itulah masyarakat diharapkan berkumpul dengan tenang dan tertib menuju bukit atau gunung,didahului oleh SANRO,TOMATO,GELLA dan seluruh warga. Seluruh bahan upacara diarak ke puncak dan langsung menuju EMBA atau dalam arkeologi disebut dengan susunan batu temu gelang. Upacara berlangsun diiringi dengan gendang dan aneka bunyi-bunyian lain untuk menanbah sakralnya acara ini.
   Acara pada EMBA ini di pimpin oleh TOMATO. Masyarakat menjalani ritual MALLOHONG yakni melektakkan kain putih di atas sebuah batu altar lalu melepaskan ayam. Adapun simbol acara ini adalah untuk mengenang kematian MALLAJANG sekaligus melepaskan nasar kepada leluhurnya yang diucapkan pada pelaksanaan pesta tahun sebelumnya. Di atas batu susun temu gelang ini juga digantungkan kain putih sebagai peringatan jalan kematian kedua yaitu gantung. Setelah acara MALLOHONG selesai,dilanjutkan dengan tradisi membakar beberapa hasil bumi sebagai peringatan jenis kematian  tahap ke  tiga yakni DI TUNU yang di pimpin oleh SANRO.
   Bahan yang telah di bakar tadi biasanya di perebutkan oleh warga dengan jalan mengigit langsung dari api dan di tempatkan di atas MACA-MACA sejenis jalinan bambu yang di siapkan khusus. Bahan yang di bakar ini diyakini oleh masyarakat dapat menjadi obat pada anak-anak yang sering ATIKKENENG (Kesurupan). Sementara SANRO menjalankan ritual di puncak gunung,pinati melaksanakn pula acara MAPPALEBBA DI BOLA yakni menyiapkan sesajen di rumah adat dan akan di persembahkan di air. Bahan persembahan yang disiapkan oleh pinati ini adalah bahan yang penyiapanya tidak dipertontonkan kepada umum  yang nantinya akan di persembahkan kepada penjaga air yang disebut dengan CINNA GAUE.
  Masyarakat karampuang sebagai masyarakat yang tetap memelihara tradisi MAPPUGAU HANUA tentunya mengandung nilai yang diyakini baik oleh masyrakat pendukungnya. Lestarinya tradisi ini tentunya ditopang oleh keyakinan bersama oleh nilai-nilai yang dikandung. Sebagai suatu pesta yang sangat meriah dan membutuhkan waktu lama,tentunya memerlukan  tenaga dan biaya yang sangat besar. Ternyata tidak pernah menjadi halangan akibat biaya,seluruh warga siap membantu dan salin bahu-membahu dengan kesadarn bersama untuk membiayai seluruh rangkain acara. Demikian pula dengan tenaga,dalam ungkapan orang KARAMPUANG,kesediaan membantu ini dikatakan "MACCA MAKKITOMATOA" artinya memahami beban TOMATOA(orang tua) sebagai penanggung jawab pesta adat MAPPUGAU HANUA.

 (KUTIPAN WARTA DARI SUARA BERSATU SINJAI )  
Arti dari bahasa-bahasa bugis sinjai :
Mappugau Hanua             (Pesta Rakyat)
Menre'ri  bulu                    (Naik Bukit)
Karampuang                     (Nama Desa Adat)
Sanro                                  (Dukun)
Mattuli                               (Pemberian Berkah)
Kappara Makkiaje           (          
Mappadekko                   (Menunbuk Lesung)
Tomatoa                         (Orang Tua atau Ketua Adat)
Gella                                (Suami Dari Tomatoa)
Emba                              (Susunan Batu Gelang)
Mallohong                      (Menutupi)
Mallajang                       (
Gattung                         (Gantung)
Di tunu                          (Di Bakar)
Maca-Maca                   (Sejenis Anyaman Bambu)
Atikkeneng                   (Kesurupan)
Cinna Gau'e                 (Nama sebuah penunggu di sungai adat)
Macca Makkitomatoa (Menghargai orang tua)

Selasa, 10 April 2012

MENGENAL SEJARAH KAB.SINJAI/KANTOR KEBUDAYAAN DAN PARAWISATA KABUPATEN SINJAI


          GAMBARAN UMUM KAB.SINJAI
Geografi dan Batas Admistrasi 
  Kab.Sinjai terletak di pantai jazirah timur provinsi
Sulawesi Selatan:sekitar 223 km dari kota Makassar
(Kab.Maros). secara geografis Kab.sinjai berada pada
5'19'50' sampai 5'36'47' Lintang Selatan dan 199'48'30'
sampai 120'10'00' Bujur Timur.Luas Wilayahnya kurang
lebih 819,96 km2 Didiami  oleh penduduk lebih kurang
202.557 jiwa Secara administrasi daerah ini memiliki batas
wilayah sebagai berikut:
                                   -Sebelah Utara  dengan Kab.Bone
                                   -Sebelah Timur dengan Teluk Bone
                                   -Sebelah Selatan dengan Kab.Bulukumba
                                   -Sebelah Barat dengan Kab.Gowa
 Fisiografi/Morfologi Wilayah
  Keadaan Alam Kab.Sinjai  terdiri atas 15% daratan
rendah dan 85% lebih berupah daerah perbukitan,
bergelombang hingga pegunungan, di mana sebelah
baratnya terdapat Gunung Bawakaraeng dan Gunung
Lompobattang.
Klimatologi.
  Secara Klimatologi Kab.Sinjai terletak pada
posisi iklim timur,di mana musim basah (hujan) jatuh pada bulan
April sampai Okteber dan musim kering (kemarau)  jatuh pada bulan
Okteber sampai April.
           SEJARAH SINGKAT KAB.SINJAI
   Kab.Sinjai  mempunyai nilai sejarah tersendiri,
yang membedakannya dengan Kabupaten lain di Provinsi
Sulawesi Selatan.Sejarah daerah ini di awali dengan
terbentuknya Persekutuan kerajaan tellu limpo'e: Tondong,
Bulo-Bulo,Lamatti,serta persekutuan kerajaan  Pitu Riwawo Bulu.
Sekalipun dulunya  Kab.sinjai  berupa Kerajaan  namun
watak dan karakter warganya  tetap tercermin dari adanya
system pemerintahan  demokratis  dan berkedaulatan  rakyat.
Komunikasi politik  melalui landasan tatanan kesopanan,
"SIPAKATAU" (Saling Menghormati),serta menjunjung nilai-nilai
dari konsep "SIRUI MENRE' TESIRUI NO' (Saling Menarik Keatas,
Pantang Saling Menarik Kebawah).
Sekalipun dari ketiga  tersebut  tergabung  kedalam persekutuan
Kerjaan Tellu Limppo'e,namu pelaksanaan roda pemerintahan
tetap berjalan pada wilayahnya masing-masing tanpa adanya
pertentangan dan peperangan  yang terjadi di antara mereka.
Perseketuan  Kerajaan Tellu Limppo'e kemudian  membangun
sebuah Benteng pertahanan,yang di beri nama BENTENG BALANGNIPA
pada tahun 1557,guna mengantisipasi serangan dari luar.
            POTENSI OBJEK WISATA
   Kab.Sinjai  memiliki potensi  dan obyek-obyek parawisata
yang cukup besar untuk di kembangkan;potensi wisata budaya,
wisata alam agro,wisata bahari dengan  terumbukarang dan pulau-pulau
kecilnya,serta wisata boga.
Pengembangan keparawisataan di Kab.Sinjai diarahkan untuk
memenfaatkan  obyek dan daya tarik wisata dalam bentuk ke-
kayaan alam,flora dan fauna,seni budaya lokal (Tradisional),
dan situs-situs peninggalan sejarah kepurbakalaan.sehingga dengan
demikian,potensi wisata yang di miliki Kab.sinjai  tidak kalah menariknya
dengan obyek wisata  yang ada di tempat lain yang ada di Indonesia.
            WISATA BUDAYA
Benteng Balangnipa
    Terletak di kelurahan  Balangnipa Kec.Sinjai Utara lebih
kurang 1 km dari pusat kota Sinjai.Benteng Balangnipa di bangun
pada tahun 1557 oleh persetujuan tiga kerajaan,yaitu:
Bulo-bulo,Tondong dan Lamatti,yang di kenal dengan
nama kerajaan Tellu limppo'e.
   Pada awal pembangunanya,Benteng Balangnipa hanya
terbuat dari batu gunung yang di ikat dengan lumpur dari sungai
tangka dengan ketebalan dinding 'SIWALI REPPA' (Setengah depa).
Bentuk dan struktur bagunan benteng  tersebut adalah segi empat dan
memiliki empat buah bastion (Pertahanan).
Ketika Belanda bermaksud menyerang dan menguasai Sinjai,Benteng
Balangnipa kemudian di jadikan sebagai benteng pertahanan guna
membendung serangan yang di lancarkan oleh Belanda dari teluk
Bone.
Perlawanan Raja-raja dari TELLU LIMPPO'E tersebut
dalam menentang agresi Belanda sangat dasyat sebagaimana dilukiskan
dalam sejarah RUMPA'NA MANGARABOMBANG atau perang
Mangarabombang melawan agresi Belanda tahun 1859-1961.
    Karena kekuatan dan peralatang perang kerajaan TELLU LIMPO'E
tidak sebanding dengan yang dimiliki oleh Belanda,Benteng Balangnipa
akhirnya berhasil di rebut oleh pasukan Belanda pada tahun 1859 melalui
perang MANGARABOMBANG.Setelah Belanda berkuasa diwilayah
persekutuan kerajaan TELLU LIMPPO'E (Kab.Sinjai Sekarang),
Benteng Balangnipa di pergunakan untuk membendung,baik serangan
dari orang-orang pribumi persekutuan  Kerajaan TELLU LIMPPO'E
maupun serangan dari kerajaan lainya.
    Pada tahun 1864 Benteng Balangnipa direnovasi oleh Belanda dengan
menggunakan sentuhan arsitektur eropa dan selesai pada tahun 1868 (Dengan-
Bentuk Seperti Sekarang).
     Benteng Balangnipa hingga saat ini tetap terpelihara sebagai salah satu
situs peninggalan sejarah  kepurbakalaan  dan dipergunakan sebagai
Museum dan Pembinaan Budaya dan Arena Seni Budaya  Tradisional.
 Situs Peninggalan Batu Pake Gojeng
    Terletak di Kelurahan Biringere Kec.Sinjai Utara lebih kurang 2 km
dari pusat Kota Sinjai.Batu Pake berarti batu yang di pahat ,sedang Gojeng
adalah nama tempat atau lokasi di mana batu pahat tersebut di temukan.
Di bawah batu pahat tersebut terdapat kuburan batu,sehingga masyarakat
setempat lebih  mengenal lokasi tersebut sebagai kuburan batu.Ketika
dilakukan penggalian penyelamatan (Rescue Excavation) pada tahun 1982,
di kawasan Batu Pake Gojeng ditemukan berbagai jenis benda cagar budaya
(BCB) bergerak  seperti Keramik dan pecahan-pecahanya,yang diperkirakan
berasal dari Dinasti Ming,Fosil Kayu dan Peti Mayat.
    Dari punyak bukit Batu Pake Gojeng ini anda dapat menyasikan pusat kota
Kab.Sinjai dengan panorama alam yang indah dilatar belakangi oleh hijaunya
pertumbuhan hutan bakau (Mangrove) di TONGKE-TONGKE dan deretan
pulau-pulau sembilan (Gugusan Pulau-pulau Kecil).
Rumah Adat Purba Karampuang
      Terletak di Desa Tompubulu Kec.Bulupoddo lebih kurang 30 km dari
pusat Kota Sinjai.Karampuang adalah  nama dari sebuah dusun/kampung yang
memiliki sejarah dan kebudayaan unik,yang keaslianya tetap di pelihara hingga
saat sekarang ini.Lokasi dan tempat bermukim para pendukung budaya KARAMPUANG
di anggap sebagai suatu wilayah  Adat KARAMPUANG,di dalamnya berdiri dengan kokoh
dua buah rumah adat berarsitektur BUGIS KUNO.salah satunya didiami oleh TO MATOA
(Raja) dan yang satunya lagi didiami oleh GELLA (Kepala Pemerintahan Adat).
      Rumah adat KARAMPUANG  pada dasarnya menyimbolkan perempuan  dengan
pola penbuatanya tetap bernuansa tradisional.Untuk merenovasi atau mengganti
salah satu tiang atau Alat-alat penting dari rumah adat tersebut,ramuan kayunya
harus di ambil dari dalam hutan kawasan adat,Kayu-kayu tersebut harus di tarik
dan di pantang sekali pikul.upacara pengangkutan kayu dari dalam hutan kekawasan
rumah adat dikenal dengan nama upacara adat MADDUI'K.
      Bentuk ke unikan lainnya,terutama karena dalam wilayah adat KARAMPUANG
tersebut masih terdapat Perangkat-perangkat adat yang lengkap dan utuh,
yang masih tetap di pertahankan dan tetap berfungsi turun temurun hingga saat ini.
      Kehidupan sosial masyarakatnya hingga saat ini masih tetap asli dan exis,sekalipun
sejak dari dahulu kala meraka tidak pernah menutup diri dari terpaan hembusan angin
keterbukaan zaman (Globasisasi).dari sepuluh LONTARAK (Naskah Tua)
yang masih dipegang oleh dewan adat KARAMPUANG mengambarkan,bahwa keberadaan
(Cikal Bakal) manusia pertama (TO MANURUNG) di Sinjai dan sekitarnya berasal dari
KARAMPUANG,yang di kenal dengan nama KARANGPULU'E.
sempat tersebut juga  digambarkan  sebagai tempat pertemuan antara KARAENG
(Makassar) dan PUANG (Bugis),sehingga tempat tersebut di beri nama KARAENG PUANG
 yang akhirnya berasilimisasi menjadi KARAMPUANG.
salah satu agenda wisata yang dapat anda saksikan  di wilayah adat KARAMPUANG adalah
upacara ritual MAPPOGAU  SIHANUA (Pesta Satu Kampung),yang pelaksanaanya jatuh
setiap bulan November tahun berjalan.upacara tersebut dihadiri oleh ribuan pengunjung
dari berbagai penjuru,karena dianggap sebagai salah satu rangkaian kegiatan rital dalam
rasa syukur atas keberhasilan  meraka dalam melakukan panenya.pesta adat yang
dilaksanakan selama satu minggu tersebut juga mengelar berbagai antraksi seni budaya
tradisional dengan puncak acara upacara di laksanakan di puncak gunung KARAMPUANG.
                             WISATA ALAM/ARGO
Hutan Bakau (Mangrove)
     Terletak di desa TONGKE-TONGKE KEC.SINJAI TIMUR sekitar 7 km dari pusat kota sinjai.
hutan bakau (mangrove) di Tongke-Tongke dalam perkembangannya telah menjadi obyek wisata
yang ramai diminati,baik oleh wisatawan nusantara maupun mancanegara,terutama sekali
oleh para ilmuan yang gemar melakukan penelitian,desa tongke-tongke dengan kekakyaan hutan
bakaunya di juluki sebagai laboratorium Bakau Sulawesi Selatan.Pengembangan
hutan bakau yang berlokasi pada pesisir sebelah timur kota Sinjai tersebut memiliki luas
kurang lebih 786 ha,yang di kembangan melalui swadaya masyarakat murni.Berkungjun di hutan bakau
Tongke-Tongke berarti juga akan di hibur oleh aneka jenis bebunyian  dan pekikakan satwa
di pagi hari dan depakan sayap ribuan kelelawar,yang bergelantungan  di atas pohon bakau
pada siang hari.                                                                                                                                       Air  Terjung  dan Kolam Permandian Baruttung
    Terletak  di kelurahan Sangiasseri Kec.Sinjai Selatan kuaran lebih 25 km dari pusat kota SINJAI .Air tejun dan kolam permandian baruttung berada di ibukota Kec.Sinjai Selatan 700 meter dari jalan poros Makassar  Sinjai.Obyek wisata tersebut  memiliki panorama alam yang amat indah  dengan kesejukan udara perbukitan.Pada bulan Maret  sampai dengan Mei setiap tahunnya anda dapat menikmati  manisnya aneka jenis buah-buahan hasil panen masyarakat sekitar,seperti:Durian otong,Rambutan lengkeng,Manggis dan Langsat.Di sampin itu setiap pagi maupun sore anda dapat  meniknati hangatnya sentuhan air kolam permandian,yang di bangun dengan menggunakan Arsitektur Nasional.Tidak jauh dari air terjung tersebut anda dapat pula menyaksikan ikan belut (besar) di Sungai Bejo.Obyek wisata ikan Belut tersebut  banyak diminati oleh Wisatawan lokal dan Nusantara.
Air Terjung Kembar Batu Bara'e



    Terletak di desa Barambang-Batu Belerang Kec.Sinjai Borong seiktar 40 km dari pusat kota sinjai.Disebut Air Terjung Kembar karena terdapat dua Air terjung yang berdampingan dengan jarak antara keduanya hanya sekitar 60 meter.ketingiaan masing-masing air terjung tersebut adalah sekitar 40 dan 45 meter.Batu Bara'e (Bahasa Makassar) berarti "KANDANG BINATANG" yang terbuat dari batu.Konon tempat tersebut,pada zaman dahulu kala merupakan tempat pengandagan seekor KERBAU RAKSASA.Air terjun ini terletak pada ketinggian 800 meter dari permukaan laut dengan udara yang sangat sejuk atau dingin,sehingga pada pagi dan sore hari kawasan ini kadang-kadang tertutupi oleh kabut tebal tempat tersebut di kelilingi oleh pegunungan,sehingga sangat tepat untuk di jadikan sebagai arena camping.
Air Terjung Barania Dan Panorama Alam
    Terletak di desa Barania kec.Sinjai Barat pada jalur lintas Sinjai - Malino (Kab.Gowa),Kecamatan Sinjai Barat  pada umumnya memiliki keindahan alam pegunungan,karena berada di kaki gunung BAWAKARAENGdengan ketinggian sekitar 750 meter dari pemukaan laut.Di samping air terjun Barania,kec.Sinjai Barat yang terkenal dengan pengembangan Hortikulturalnya juga memiliki potensi lain yang tak kalah menariknya,seperti:Perkebunan,Penggolahan Markisa segar,Kol,Sawi,Buncis,Wortel dan Kopi Arabika.
Di samping itu anda juga dapat menyaksikan acara ziarah ke kompleks Makam Raja-Raja Turungeng,Makam Srikandi Balakia dan pusat pengembangan peternak sapi perah.